Rabu, 11 April 2012

Alat Musik Minang Kabau (Sumatera Barat)

     Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatra Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarakat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional antara lain :

1. Saluang

[Image: 289eu1g.jpg]

       Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau,Sumatra Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai.

      Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau.


       Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.


Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik nafas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernafasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan nafas).


     Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.


      Permainan musik Saluang ini biasanya diadakan dalam acara keramaian seperti keduri perkawinan, batagak rumah, batagak pangulu, dan lain-lain. Permainan ini, biasanya dilaksanakan setelah salat Isya dan berakhir menjelang subuh.

yang menarik dari kesenian ini, selain kecekataan dan kebolehan si peniup saluang, juga kata-kata yang didendangkan para dara-dara cantik Minang yang berisikan pesan, sindiran, dan juga kritikan halus yang mengembalikan ingatan si pendengar terhadap kampung halaman ataupun terhadap kehidupan yang sudah, sedang, dan akan dijalani. Umumnya, irama Saluang dan dendang yang mengiringinya terdengar sentimental (berhiba-hiba), tetapi adakalanya juga membuat penonton tertawa kegelian karena dendangnya yang lucu/bersifat menyindir penonton. Perhatikanlah salah satu lagu dendang Saluang berikut ini.

     KACANG DIABUIH CIEK (kacang direbus satu)—pepatah Minang yang artinya: sifat seseorang yang mudah bertukar hati kepada tiap-tiap orang yang lebih menarik atau lebih kaya (tidak setia)/mudah berganti-ganti pasangan


Daulu memang denai tagilo-gilo

Kini jan disangko denai ka tadayo
sabab denai lah tau tingkah nan jo lakunyo
iyo bak cando samuik jolong mandapek gulo

cukuik sakali ka ganti pangajaran

jan sampai pisang buahnyo duo kali
daripado manyasa denai ko kamudian
labiah elok mailak pado den makan hati

bosan den lah bosan

den indak ka acuah lai
kini bia diam pado den maracun hati
sabab salamo ko lah pasai denai maliek
parangainyo bak cando kacang diabuih ciek

      Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak sidang manusia……dst.


2. Bansi


[Image: 29ma99d.jpg]


     Bansi Bentuknya Pendek dan memiliki 7 lubang dan dapat memainkan lagu-lagu tradisional maupun modern karena memiliki nada standar. Dibandingkan dengan alat musik tiup lainnya, yang ditemukan di daerah Sumatera Barat, Bansi memiliki nada yang lebih lengkap. Hal ini dapat terjadi karena Bansi mempunyai jumlah lobang nada yang lebih banyak, yaitu 7 buah. Dengan demikian, Bansi dapat menyanyikan lagu-lagu baik yang bersifat tradisional maupun modern. Dilihat dari segi bentuknya, Bansi berukuran lebih pendek daripada Saluang. Panjangnya lebih kurang 33,5 – 36 cm dengan garis tengah antara 2,5—3 cm. Bansi juga terbuat dari talang (bambu tipis) atau sariak (sejenis bambu kecil yang tipis).


Keunikan Saluang dan Bansi :

a. Keunikan Saluang

1. Makin pendek Saluang makin tinggi bunyinya.

2. Makin panjang Saluang makin rendah bunyinya.
3. Saluang dapat dibunyikan dengan indah karena kearifan pemainnya dalam mengatur nada.
4. Kadang-kadang bunyi saluang berlawanan dengan nada suara penyanyinya; terkadang sesuai dengan nada suara penyanyinya.
5. Jumlah lobang pada Saluang tidak sesuai dengan aturan tangga nada.
6. Dalam meniup saluang tidaklah terputus-putus karena keahlian peniup mengatur pernafasannya.

a. Keunikan Bansi

1 Bansi dapat dibunyikan dengan indah karena kearifan pemainnya dalam mengatur nada.
2. Bansi terkadang dibunyikan berlawanan denan nada suara penyanyinya, terkadang sesuai dengan nada suara penyanyinya.
3. Bansi dapat mengiringi berbagai jenis lagu, baik tradisional maupun modern karena mempunyai lobang nada yang lebih banyak.

Selain keunikan-keunikan itu, Saluang dan Bansi juga mempunyai perbedaan, terutama dari segi (1) panjang/ukuran, (2) banyak lobang, (3) cara memainkannya, dan (4) bunyi yang dihasilkannya.

Sebagai generasi muda, kita selayaknya mengenal dan menyukai musik tradisional. Apabila generasi muda tidak lagi menyukai musik tradisional, maka musik itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya orang tua-tua yang sekarang masih menyukainya.

3. Pupuik Batang Padi

[Image: 33lm2cy.jpg]


      Pupuik batang padi terbuat dari batang padi. Pada bagian dekat buku dibuat lidah. Lidah itu, jika ditiu akan menghasilkan celah, sehingga menimbulkan bunyi. Pada bagian ujungnya dililit dengan daun kelapa yang menyerupai terompet. Bunyinya melengking dan nada dihasilkan melalui permainan jari pada lilitan daun kelapa,


4. Sarunai

[Image: 2h3vr4z.jpg]

      Sarunai terbuat dari dua potong bambu yang tidak sama besarnya. Sepotong yang kecil dapat masuk ke potongan yang lebih besar. Fungsinya sebagai penghasil nada. Alat ini memiliki empat lubang nada. Bunyinya juga melodius. Karawitan ini sudah jarang yang menggunakan. Selain juga sulit membuatnya, nada yang dihasilkan juga tidak banyak terpakai.,


5. Pupuik Tanduak

[Image: 25iqkuf.jpg]

      Terbuat dari tanduk kerbau yang dibersihkan. Bagian ujungnya dipotong rata dan berfungsi sebagai tempat meniup. Bentuknya mengkilat dan hitam bersih. Fungsinya lebih pada alat komunikasi. Tidak berfungsi sebagai alat pengiring nyanyi atau tari. Dahulu digunakan untuk aba-aba pada masyarakat misalnya pemberitahuan saat subuh dan magrib atau ada pengumuman dari pemuka kampung.


6. Talempong

[Image: 4ka9mx.jpg]

      Talempong adalah sebuah alat musik khas Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan gamelan dari Jawa. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu, saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan. Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga nada (berbeda-beda). Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.


      Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tari piring yang khas, tari pasambahan, tari gelombang,dll. Talempong juga digunakan untuk menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengantangga pranada DO dan diakhiri dengan SI. Talempong diiringi oleh akor yang cara memainkanya sama dengan memainkan piano


7. Rabab

[Image: 2z6xml2.jpg]

Rabab merupakan kesenian di Minangkabau yang dimainkan dengan menggesek biola.


Dengan rabab ini dapat tersalurkan bakat musik seseorang.


Biasanya dalam rabab ini dikisahkan berbagai cerita nagari atau dikenal dengan istilah Kaba.


8. Gandang Tabuik

 
         Tabuik berbentuk bangunan bertingkat tiga terbuat dari kayu, rotan, dan bambu dengan tinggi mencapai 10 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala “wanita” cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.


      Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Bouraq yang dalam cerita zaman dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat. Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau.


     Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan “bungo salapan” (delapan bunga) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran.


       Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih. Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan “menghoyak” Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.


    Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik dibuat di rumah Tabuik secara bersama-sama dengan melibatkan para ahli budaya dengan biaya mencapai puluhan juta rupiah untuk satu Tabuik.


       Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi/merantau.


    Industri musik di Sumatra Barat semakin berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik Minang modern di Sumatra Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang.


     Alat musik pukul lainnya yang juga sering digunakan untuk pelengkap talempong, juga dapat dimanfaatkan secara tungal. Misalnya untuk arak-arakan pada acara Tabut, Khatam Quran dan arak-arakan lainnya. diantaranya : Canang, Gong, Tambur, Rabano, Indang dan Adok.

2 komentar:

  1. hati2 kalau membuat artikel,,,,, gambar ilustrasi anda tidak sesuai dengan apa yang di tulis,,, gambar yang pertama itu sarunai bukan saluang,,, tolong di klarifikasi lagi,,, info yang salah bisa saja berakibat fatal nantinya...terimakasih

    BalasHapus